Siti Fadia Silva Ramadhanti/Ribka Sugiarto baru dipasangkan tiga bulan yang lalu. Namun, mereka langsung menggebrak dengan menembus semifinal Chinese Taipei Open 2019 (Super 300) dan menjadi kampiun Yuzu Indonesia Masters 2019 (Super 100) di Malang.
Kemarin (31/10), mereka juga menembus perempat final turnamen Super 300 lainnya, Macau Open 2019.
Soal keahlian, kemampuan, kemauan, kecerdasan, ketenangan, dan tekad, Fadia/Ribka memiliki semua modal untuk kelak menjadi pemain kelas dunia. Berikut wawancara wartawan Jawa Pos Ainur Rohman dengan asisten pelatih ganda putri pelatnas Chafidz Yusuf tentang ganda berusia 18 dan 19 tahun tersebut.
Sudah bisa memprediksi bahwa akan terjadi All Indonesian Final Ganda Putri di Indonesia Masters 2019?
Sejak awal, target kami memang juara. Siapapun juga tak masalah. Alhamdulillah kami bisa All Indonesian Final (Fadia/Ribka melawan Della Destiara Haris/Rizki Amelia Pradipta). Coach Eng Hian menegaskan bahwa kita harus prestasi di sini (Malang, Red). Kalau enggak, kapan lagi? Meskipun kejuaraan kecil, kalau merasakan juara itu pengaruhnya sangat positif sekali. Bagus sekali untuk kedepannya. Sehingga tinggal kami pikirkan untuk kejuaraan-kejuaraan selanjutnya. Itu saja. Tetapi, semoga ini menjadi bekal bagi kepercayaan diri mereka. Ternyata mereka bisa mengalahkan pemain-pemain bagus.
Saya suka sekali menonton Ribka/Fadia ini. Permainan mereka cepat, agresif, dan konsisten no-lob. Ini sengaja dibentuk atau memang karakter mereka seperti itu?
Saya dengan coach Eng Hian berpendapat bahwa hal pertama adalah kami harus melihat kemampuan atletnya. Tangannya seperti apa, cara mainnya seperti apa, inteligensinya seperti apa. Setelah itu kami kembangkan. Kami bikin pola dan program yang sesuai dengan cara main mereka yang no-lob, menyerang, dan selalu yakin bisa menutup di depan. Artinya, kami akan membentuk mereka untuk selalu bisa mengontrol serangan dan bisa mendahului serangan. Itu saja. Memang kami sengaja bentuk yang seperti itu. Kemampuan dasar mereka seperti itu. Apalagi, mereka memiliki kemampuan itu. Skill juga ada. Kemampuan tangan, bakatnya juga ada. Jadi kami, saya dan Coach Eng Hian tinggal mengembangkan saja.
Ide awalnya membentuk mereka seperti apa? Mereka kan sama-sama pemain depan. Lalu akhirnya diputuskan untuk menggabungkan mereka itu bagaimana ceritanya?
Jadi gini, utuk masangin satu pasangan itu awalnya memang dilihat dari nonteknisnya dulu. Dia cocok enggak dengan faktor-faktor nonteknisnya. Baru setelah itu kemampuan. Soal Fadia/Ribka ini kira-kira bermula tiga bulan yang lalu ya. Sebelumnya, partner Fadia kan sama Agatha (Imanuela). Saya bilang, kalau Ribka sama Fadia, wah ini bakal masuk nih. Makanya kami kembangkan dan kami latih. Tetapi sebetulnya awalnya memang polanya harus dapat. Masalah untuk peningkatan powernya itu, nanti baru dikembangkan. Yang penting harus ngerti cara main yang bener itu seperti apa. Cara melakukan serangan, cara mengawali, dan mengantisipasi serangan, itu harus ngerti dulu. Tetapi soal power memang belum ada. Jadi harus dibentuk mulai dari sekarang.
Kalau mau memasangkan pemain, apa harus tanya dulu ke pemain yang bersangkutan?
Dalam kasus Fadia dan Ribka iya. Bertanya kepada pemain itu penting. Pertama, mereka ya harus akrab di luar lapangan. Kalau di luar saja nggak akrab, apalagi di dalam lapangan? Soal-soal ini menjadi pertimbangan kami juga. Susahnya pemain ganda itu adalah dua pemain yang dijadikan satu. Seperti keluarga lah, seperti suami dan istri. Karakternya harus yang benar-benar saling mengisi.
Sehari-hari, mereka harus satu kamar?
Tidak. Cuma deketan saja. Kalau satu kamar ya bisa bosen. Mereka harus bersosialisasi juga. Tetapi secara personal, mereka bisa masuk antara satu dengan yang lainnya. Mereka memiliki kemauan yang sama, satu tujuan yang sama, satu kesadaran yang sama, satu tekad yang sama.
Saya melihat Fadia/Ribka ini cerdas dalam bermain. Saya melihat itu dari cara penempatan bola dan cara mancing lawannya. Seberapa cerdas Fadia/Ribka ini dalam pandangan pelatih?
Mereka cukup cerdas. Tetapi dalam permainan itu kan kompleks. Selain cerdas, mereka juga harus punya faktor lain yakni ketenangan. Kami selalu melihat, ada pemain yang punya mental bagus, ada yang punya mental kurang. Kalau kami lihat di belakang ketika pemain bermain, yang kami lihat itu bukan cuma teknis saja. Tetapi juga nonteknis. Ya, melihat misalny, eh pemain saya grogi nggak nih? Eh pemain saya yakin nggak nih? Ya kontrol itu saja. Lalu kami ingetin. Kami beri masukan. Kalau mereka terlalu pede, ya kami juga akan kontrol.
Usia Fadia dan Ribka masih 18 dan 19 tahun. Bagaimana cara mengembangkan mereka supaya tidak layu di tengah jalan?
Jadi gini, kami bentuk pemain itu pertama adalah soal nonteknisnya. Mereka tidak boleh merasa sudah bagus. Harus merasa kurang terus. Dengan begitu, mereka akan terus mencari dan terus bekerja keras. Tinggal kami jaganya saja seperti apa. Jadi, yang paling bahaya itu adalah ketika pemain sudah merasa bagus, wah bisa lupa semuanya. Yang kami jaga seperti itu dan kami penekanannya juga sampai pada masalah disiplin, masalah kesungguhan latihan. Kalau salah ya kami hukum. Harus kami tingkatkan terus sampai mereka bisa sampai di level atas.
Kalau mental mereka seperti apa? Di usia muda, apa sudah kelihatan ketangguhannya?
Harus diakui bahwa mereka ini berani banget. Kalau saya lihat dari anak-anak ini, semua persyaratan untuk menjadi pemain bagus ada di mereka semua. Kemampuannya, kemauannya, nonteknisnya. Mereka punya keyakinan dan kepercayaan diri yang sangat bagus. Juga memiliki komunikasi yang bagus. Tugas kami sebagai pelatih gampang banget jika memiliki anak buah yang gampang banget kami arahin. Yang susah itu kalau seorang pemain tidak memiliki itu. Dan satu lagi, Fadia/Ribka itu adalah pendengar yang baik. Apa yang diberikan pelatih, saya dan Eng Hian, dituruti bener-bener. Apapun itu!
Kalau soal latihan, gambaran kerasnya latihan Fadia/Ribka itu seperti apa?
Jadi begini, latihan kami Senin sampai Sabtu pagi. Minggu libur, Rabu dan Sabtu setengah hari. Senin, Selasa, Kamis tiga kali latihan. Rabu sekali. Jumat dua kali, Sabtu juga dua kali. Latihannya teknik, fisik, teknik. Program utama mulai jam 07.00. Tapi, justru mereka sering minta ditambahin untuk penguatan individu. Jam 06.00 sudah mulai. Selalu, setiap pagi mereka minta tambahan. Inilah yang menjadikan mereka bisa lebih cepat perkembangannya. Mereka ini memang haus latihan. Kalau saya lihat, dalam soal kemauan, anak-anak ini memang lebih cepat. Mudah-mudahan terjaga terus. Problemnya, selama ini pemain gampang goyah kemauannya. Intinya, untuk anak ini akan kami jaga. Coach Eng Hian juga sudah punya plan untuk mereka. Jadi kalau ngomong renegerasi untuk Greys/Apri (Greysia Polii/Apriyani Rahayu) ya Fadia/Ribka ini. Kami memperkirakan prestasi mereka akan lebih baik daripada yang lain.
Prediksinya mereka itu akan seperti apa? Bisa nggak mereka menjadi pemain level top dunia?
Kalau melihat saat ini, kami memiliki satu keyakinkan bahwa Fadia/Ribka ini akan menjadi calon pemain utama kami. Saya memprediksi mereka dalam dua tahun lah akan menjadi pemain papan atas. Menjadi pemain dunia. Mudah-mudahan semuanya lancar dan nggak ada hambatan. Sekarang mereka sudah punya modal pola main. Jadi, sekarang, kami mikir faktor yang lain yakni power. Itu yang akan kami tingkatkan. Itu bakal menjadi senjata utama mereka, jadi ya akan kami tingkatkan.
Kami kan tidak tahu masa depan, tapi usia Greysia Polii dan Apriyani Rahayu kan jauh ya? Greysia kemungkinan pensiun setelah Olimpiade, lalu proyeksi ke depannya seperti apa?
Ya kami akan terus lihat pemain itu pengembangannya seperti apa. Untuk Apri, ya akan kami siapkan plan untuk dia setelah Olympic. Saat ini, salah satu caranya adalah mencoba memasangkannya dengan pemain-pemain lain. Lalu kami amati. Ya begitu saja. Tapi untuk menyebut nama siapa-siapanya, untuk sekarang, saya belum bisa mengatakannya. Jadi kami akan melihat perkembangannya saja seperti apa nantinya.
Untuk Della/Rizki, bisa nggak mereka bisa mengejar sampai top eight dan lolos ke Olimpiade Tokyo tahun depan?
Intinya begini, dalam soal ini kami sih optimistis. Tapi ya kadang-kadang kendalanya ada. Misalnya pada Della/Rizki yang kadang hilang fokusnya, hilang konsentrasinya. Itu yang harus mereka, atau kami, cari solusinya. Kalau saya sih yakin mereka ada kemampuan dan mereka bisa. Cuma tinggal merekanya, mau atau tidak. Soalnya, pelatih sudah memberikan semuanya. Lalu dengan usia mereka, dengan pengalaman mereka, sebetulnya kalau ngomong bisa, ya bisa saja ada kans.
Back-to-back final Super 100 setelah di Vietnam lalu di Malang ini bisa meningkatkan kepercayaan diri Della/Rizki?
Bisa! Pengaruhnya besar sekali, Mas. Makanya saya bilang, apapun kejuaraannya, mau itu Super 100 atau 300. Kita jangan ngomong yang 500 atau 1.000, jangan ngomong itu dulu deh. Karena orang kalau sudah merasakan juara, itu pedenya, keyakinkannya, dan pola pikirnya itu sudah lain banget. Waktu Della/Rizki juara di Vietnam, itu memang beda banget. Persiapannya, mentalnya, itu beda banget. Jadi memang sengaja, saya dan Eng Hian turunin level mereka supaya dapat pedenya. Semangatnya seperti itu. Kalau ngomong kemampuan teknis, dan lain-lain, mereka itu bisa mengimbangi kok. Tapi selama ini memang masalahnya soal kepercayaan diri.
Tapi kalau melihat peringkat dan poin, memang akan sangat berat ya….
Oh iya. Untuk soal itu, Coach Eng Hian yang akan mengatur. Tetapi, mudah-mudahan saja modalnya yang didapatkan di Malang dan Vietnam akan menambah rasa percaya diri untuk turnamen-turnamen selanjutnya. Problem ganda putri banyaknya ya soal nonteknis saja. (*)
Komentar
Posting Komentar