JawaPos.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan beberapa catatan terkait debat keempat Pilpres yang berlangsung pada Sabtu malam (30/3). Kedua capres dinilai berkomitmen untuk memberikan penguatan dan internalisasi ideologi Pancasila kepada anak bangsa sejak usia dini hingga jenjang universitas. Baik dari bangku sarjana hingga doktor.
“Ini komitmen baik yang perlu diapresiasi. Bangsa yang besar adalah bangsa yang generasinya kokoh dengan ideologi kebangsaannya,” ujar Ketua KPAI Susanto, Minggu (31/3).
Selain itu, semangat untuk terus menjaga silaturahmi antar kedua capres menunjukkan betapa perbedaan tak memutuskan rantai persahabatan. “Ini merupakan spirit dan sekaligus pendididikan politik yang baik bagi anak Indonesia dalam kerangka berbangsa dan bernegara menuju Indonesia yang lebih baik,” katanya.
Menurut Susanto, kekayaan alam dan budaya suatu bangsa tak akan berarti jika para tokoh politik dan bangsa tak memiliki komitmen menjaga persatuan serta kebersamaan.
“Komitmen yang ditunjukkan kedua capres sangat positif bagi anak negeri. Meski anak Indonesia dalam keragaman, baik agama, suku, bahasa dan budaya. Namun kebersamaan, persaudaraan dan saling menghormati harus menjadi komitmen besar,” tutur dia.
Susanto berpendapat, capres 01 Joko Widodo dan capres 02 Prabowo Subianto telah menunjukkan jiwa dan visi nasionalismenya. Komitmen positif itu menjadi spirit baik bagi generasi Indonesia yang mengikuti debat capres. Apalagi dalam UU 23/2002 Pasal 19 (b) ditegaskan bahwa setiap anak wajib mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman. Selanjutnya (c), setiap anak wajib mencintai tanah air, bangsa dan negara.
“Kita memang harus aktif berkontribusi di level internasional, sinergi antar-negara penting terus bangun, namun kedaulatan dan kepentingan bangsa harus menjadi prioritas utama,” tegasnya.
Sementara itu, hal lain yang masih perlu dipertajam adalah untuk mengokohkan ideologi kebangsaan bagi anak Indonesia ke depan, visi dan langkah besar untuk perlindungan anak dari infiltrasi radikalisme harus terus diinovasikan.
“Mengingat saat ini pola jaringan radikalisme dan terorisme terus bergeser, tak mudah dideteksi dan seringkali anak menjadi sasaran infiltrasi. Ini harus terus kita jaga agar 83 juta anak Indonesia tumbuh kembang dengan baik, memiliki self protection serta kokoh dalam menghadapi gempuran radikalisme yang semakin mewabah,” papar Susanto.
Sumber : https://ift.tt/2Wy4orN
Komentar
Posting Komentar